(0362) 24346
camatbuleleng@gmail.com
Kecamatan Buleleng

Latar belakang sejarah Desa Kalibukbuk Kecamatan Buleleng

Admin buleleng | 16 Maret 2021 | 881 kali

Desa Kalibukbuk terletak di pinggir pantai yang ombaknya tenang sepanjang tahun, kurang lebih 10 kilometer di sebelah Barat kota Singaraja. Ada dua jalan yang bisa dilalui bila kita hendak mengunjungi desa Kalibukbuk dari arah kota Singaraja.

Kepertama kita bisa melalui jalan baru (marga anyar) ke arah Barat. Setelah menempuh jarak kurang lebih 10 km yang pertama dijumpai adalah desa Kalibukbuk itu. Jalan atau marga anyar ini dibuat dengan cara terencana pada jaman Belanda, konon selesai tahun 1902.

Kedua, untuk sampai ke desa kalibukbuk bisa juga melalui jalan pedesaan atau marga buwuk  melalui desa-desa Baktiseraga, Pemaron, Tukadmungga, Anturan dan sampailah di desa Kalibukbuk. Marga buwuk ini sudah ada sejak jaman dahulu. 

Pusat desa Kalibukbuk ditandai dengan persimpangan jalan lima-arah atau “simpang lima”. Desa Kalibukbuk yang kita lihat sekarang ini sudah berbeda dengan keadaan pada masa lampau, katakanlah duapuluh tahun yang lalu. Waktu itu penduduknya hidup secara tradisional dari pertanian seperti kelapa (kopra) dengan beternak sapi, kerbau, babi, ayam bebek dan sebagainya. Di samping itu mereka juga ada yang bekerja di sawah. Diantaranya ada yang hidup sebagai nelayan, ada juga sebagai buruh atau tukang bangunan.

Itu dahulu. Tetapi sekarang desa Kalibukbuk adalah desa yang sudah menjadi tempat tujuan wisata yang cukup terkenal di mancanegara. Hal ini dapat kita lihat dengan telah tercantumnya nama desa Kalibukbuk di banyak buku panduan wisata (guide book) di dalam dan di luar negeri. Bahkan di internet sudah banyak disebutkan desa Kalibukbuk ini.

Mungkin masih ada di antara kita yang belum mengetahui bagaimana proses transformasi ini berlangsung dan keterlibatan masyarakatnya, dari masyarakat tani ke arah pariwisata. Dimulainya dengan suatu rintisan atau terobosan  yang dilakukan oleh warga desa sebagai yang diuraikan di halaman lain situs ini, maka setelah itu kepariwisataan berkembang bersama-sama dengan lima desa tetangganya membentuk satu kawasan wisata. Pembangunn sarana pariwisata sekarang ini masih terus berlangsung seperti tidak mengenal kata mengaso.(Langsung ke halaman Pariwisata Kalibukbuk).

Apa yang dipaparkan diatas adalah suatu kenyataan yang kita bisa lihat secara “sekala”. Dari seorang pengamat mungkin mengatakan, memang “sejarah selalu mengulangi dirinya” (history repeats itself). Namun di antara masyarakat sendiri terutama yang memandangnya dari sudut religius sering menghubungkan keadaan ini dengan pengaruh “niskala”. Bahwa ada sebab di balik akibat. Bahwa ada energi spiritual yang berpotensi. Bahwa ada yang menyebut desa Kalibukbuk “ketakson’, ke-elingin oleh para leluhur. Sudah merupakan pituduh sang meduwe jagat.

Nama desa Kalibukbuk

Orang-orang tua dulu menyebut desa ini dengan nama Tanah Gesar. Tetapi sekarang nama Tanah Gesar jarang terdengar kecuali kalau disebut oleh kalangan orang-orang tua. Yang lebih sering dipakai adalah nama Kalibukbuk. Ada sementara orang yang mengkaitkan nama Kalibukbuk dengan Kalingga, sebuah nama kota di India.

Namun perlu disebutkan juga disini adanya ceritra rakyat atau legenda yang menceritakan bahwa jaman dahulu Kerajaan Tanah Gesar (Kalibukbuk) dikalahkan oleh sejenis ikan laut yang disebut ikan bano yang berparuh lancip seperti anak panah. Banyak anggota masyarakat yang terbunuh dipantai yang membuat rakyat resah dan menjauhi pesisir pantai. Lalu Raja waktu itu berupaya menolong rakyatnya dengan mengadakan sayembara. Datanglah seorang pemuda yang menyatakan kesanggupannya untuk mengalahkan ikan bano tersebut dengan imbalan minta sebagian wilayah Tanah Gesar. Raja pun setuju. Memang benar pemuda itu bisa mengalahkan ikan-ikan bano tersebut. Tetapi Raja malahan berbalik pikiran, pemuda itu dibunuh. Tidak lama kemudian datang semut ribuan banyaknya menyerang Raja dan rakyatnya. Akhirnya semua penduduk meninggalkan tempat itu dan membuat Tanah Gesar tinggal dalam kesunyian. Itu hanyalah ceritra rakyat biasa yang bersifat dongeng. Ataukah cerita yang memiliki kandungan kesejarahan yang cukup bernilai untuk dikaji?

Latar belakang sejarah.

Rupanya memang benar desa Tanah Gesar atau Kalibukbuk ini mengandung misteri. Mungkin sebahagian kulitnya sudah bisa terungkap, namun masih banyak yang masih perlu ditelusuri selanjutnya.

Yang sangat mentakjubkan dan juga cukup mengemparkan adalah temuan situs arkeologi pada tahun 1994. Bangunan peninggalan sejarah tersebut berupa Candi Budha diperkirakan peninggalan abad ke 11. Candi tersebut tertimbun sekitar dua meter di bawah permukaan tanah, ditemukan di tengah-tengah tegalan milik warga di wilayah desa Kalibukbuk berdekatan dengan Pura Bukit Sari. Setelah diadakan survey lalu dilakukan ekskavasi oleh Balai Arkeologi selama enam tahun yaitu sampai tahun 2000. Sekarang situs tersebut berada dalam penanganan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala. Perlu dicatat tidak jauh dari tempat itu, pernah juga ditemukan peninggalan berupa kerangka manusia dari jaman lampau tertanam di dekat pantai. (Langsung ke halaman Situs Kalibukbuk)

Dengan temuan sejarah tersebut maka sedikitnya terungkap bahwa Kalibukbuk cukup kaya akan kandungan sejarah. Semua itu menunjukkan bahwa sudah sejak jaman pra sejarah wilayah Kalibukbuk ini sudah dikenal. Rupanya juga, jaman itu pantainya merupakan pelabuhan laut yang menghubungkan daratan pulau Bali dengan dunia luar. Bila memang demikian maka sudah sejak jaman dahulu desa Kalibukbuk dikunjungi oleh orang-orang dari seberang lautan dengan pengaruh bermacam budaya silih berganti.

Setelah itu wilayah Kalibukbuk seperti tak bertuan. Tanah di pesisir pantai Kalibukbuk ini banyak di kuasai oleh pendatang, seperti suku Bugis dan orang Melayu. Kemudian bangsa Eropa seperti Inggris dan Belanda mulai mengincar pulau Bali untuk mencari tanah jajahan sehingga mengakibatkan makin runyamnya situasi. Pergolakan mulai terjadi di Bali Utara, dimana raja Buleleng beserta rakyat menentang kedatangan kaum penjajah. Rakyat Buleleng pun terus bertempur melawan tentara kolonial Belanda yang memuncak dengan perang Jagaraga tahun 1846-1849. Sedangkan pada waktu berkecamuknya perang Banjar tahun 1868 desa Kalibukbuk seperti ditinggal sebagian besar penghuninya.

Sumber: http://www.buleleng.com